Senin, 23 April 2012

BENCANA

Kenangan dalam mengisi majalah dinding 
Ikatan Remaja Masjid (IRMA) Baiturrahman

Desa pekandangan-Indramayu pada tanggal 17 April 2005

B
angsa Indonesia merupakan bangsa yang bermartabat dan disitulah kemartabatan masyarakat itu ada walaupun Indonesia ber-ideologi pancasila namun masyarakat tetap berpegang pada aturan-aturan Ilahiyah, dan kini bangsa Indonesia mengalami krisis multidimensi yang berimbas secara beruntun mulai dari krisis ekonomi, krisis politik, krisis sosial, sampai merambat ke krisis moral, krisis etika, krisis akhlak sehingga mengundang kepiluan mendalam dan tangisan negeri pun terpecahkan dengan suara-suara jeritan dimana-mana membuat nusantara berduka.

       Perahu layar yang kita naiki dan kita bangga-banggakan kini retak, perahu yang berwarna merah putih kini pecah hampir terpilahkan lalu pertanyaannya “kesalahan siapakah ini, siapa yang bertanggungjawab, kenapa bisa terjadi?”, jawablah pada dirimu dan tanyakan pada hatimu, kalau tidak jua menemukannya kumpulkan semua nyawa-nyawa yang hidup dan berenunglah atau apa perlu masalah bencana ini diseminarkan.

       Kalau kita baca tarikh akan sedikit kita akan merasa tertegun sejenak, kenapa demikian? disitu ada ibrar bahwa ketahuilah sesungguhnya bumi Allah itu luas maka carilah nafkah rizki dimana saja makhluk berada dan dimana saja bumi Allah itu ada tetapi jangan sekali-kali manusia merusak bumi, andaikan kalau kerusakan bumi itu terjadi oleh tangan-tangan ulah manusia maka akan terjadilah ketidakrelaan bumi itu sendiri yang mengakibatkan bumi pun bergoyang. Coba kita melirik alam ini khususnya dalam lingkaran nusantara musibah demi musibah bertubi-tubi, bencana demi bencana melanda pertiwi silih berganti, badai gelombang meluluhlantahkan tonggak-tonggak kehidupan, angin topan bergantian menyapu rumah, gempa bumi menggulung yang namanya kehidupan, gunung pun ikutan marah memuntahkan lahar, banjir ikut meratakan keindahan, kebakaran berkilat-kilat menyambar, entah apalagi bentuk bencana itu dan semua ini diakibatkan oleh ulah tangan-tangan manusia itu sendiri yang tidak menjaga alam walaupun hakekatnya tetap hak Tuhan yang mengatur segalanya, pertanyaannya lagi “apa penyebab semua ini, siapa yang disalahkan, kepada siapa yang bertanggungjawab”.

       Pastilah semua bencana itu membuat kita sedih, resah gelisah, menangis dan memang itulah kodrati manusia. Lalu pemerintah sebagai pemegang kendali perlindungan kenyamanan langsung menyekak dengan ucapan ‘ini sekedar bencana nasional, sekedar bencana alam semata’. Oh inikah para penguasa berucap, tidakkah mereka merasakan apa yang dirasakan oleh orang-orang yang kena bencana itu! mereka hanya memakai otak belaka berucap. Entahlah siapa yang salah bencana itu terjadi, apakah masyarakat sekitar yang merusak bumi ataukah para penguasa yang semena-mena gemar atas kedholimannya. Sadarlah wahai para penguasa, sadarlah wahai kawan dan bercerminlah pada semesta bahwa bencana terjadi akibat keingkaran manusia terhadap Sang Pencipta Alam Jagat ini.

       Kini Indonesia menangis dan matahari pun jadi saksi dalam bencana alam ini, pertanyaannya “apakah salah kita dalam berpijak di bumi ini, ataukah alam sudah tidak bersahabat dengan kita?” apa jawabmu. Bencana dikatakan cobaan bagi manusia yang kurang mantap dengan adanya yang menciptakan alam dan janji-janji Firman-NYA, bencana dikatakan ujian bagi manusia yang sudah mempercayai adanya Tuhan namun keyakinannya masih berkurang, bencana dikatakan adzab bagi manusia yang memang ingkar terhadap Tuhan yang menciptakan alam semesta, lalu pendapat kalian bencana itu dikatakan seperti apa, silahkan jawabanmu kawan.

       Al Qur’an sudah mengisyaratkan dalam Firman-NYA bahwa “sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali dengan merubah dengan diri sendiri” artinya benahi dulu pribadi kita masing-masing sebelum mengubah khalayak ramai alias marilah kita menginstropeksi diri dan mulaila dari diri sendiri dalam membenahi kehidupan ini.

       Lalu ada pertanyaan? siapkah kita mengubahnya, mampukah kita berubah, kapankah kita merubahnya, atau sudahkah kita melakukan perubahan? Jawablah pada hatimu.

       Sampai kapankah bencana negeri ini akan usai, sampai kapan musibah ini berhenti…berhenti…berhenti…siapkah perahu layar kita benahi, siapkah merah putih kita warnai lagi, kapankah nusantara tersenyum, siapa yang tidak ingin bangsa kita damai, negeri kita sejahtera rakyatnya makmur, negara yang barokah dalam bingkai ‘Baldatun Toyyibatun Warabbun Ghafur’ sungguh sangat diharapkan. Lalu pertanyaannya lagi siapkah kita dan mampukah kita memperbaiki perahu yang retak itu?.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar